Memang sudah beberapa bulan berlalu, namun rasanya kenangan itu masih membekas di benak saya. Menapaki puncak Prau mungkin bukan suatu hal yang besar bagi orang lain, tapi bagi diri saya ini merupakan suatu pencapaian yang berarti. Bisa dibilang mendaki gunung adalah salah satu hal yang saya impikan sejak dulu. Melihat panorama alam yang indah dari ketinggian, suasana keakraban dari para pendaki, tenda-tenda yang berdiri gagah di puncak gunung, tawa lepas dan raut kepuasan yang tak terhingga, semua itu hanya bisa saya lihat melalui arsip foto di komputer abang sepupu saya. Berbagai gunung di pulau Jawa hingga NTT sudah ia daki. Saya selalu excited setiapkali mendengar cerita abang saya sepulang dari petualangannya. Terlebih ketika ia sodorkan foto-foto yang membuat saya semakin berdecak kagum akan keindahan alam Indonesia ciptaan Allah. Sempat beberapa kali meminta kepada abang saya untuk diikutsertakan mendaki bersamanya, namun ia selalu menolak dengan alasan takut saya ga kuat fisiknya. Saya pikir wajar abang saya belum membolehkan saya ikut, mungkin itu bentuk protect dan perhatiannya kepada saya. Saat itu saya memang sudah terlalu banyak kegiatan di kampus, saban hari disibukkan dengan perkuliahan dan kegiatan di BEM, belum lagi saya juga mengikuti beberapa komunitas yang saya cintai yakni Club Jurnalistik dan Club Fotografi.
Dan akhirnya.... kesempatan itu datang juga. Yah ga bisa dibilang terlambat juga sih, karena ga ada kata terlambat untuk memulai sesuatu. Selagi ada niat dan kesempatan, kenapa tidak? Hmm.. sejalan dengan kecintaan saya terhadap dunia travelling dan berbekal browsing kesana kemari, akhirnya saya nemu juga sebuah komunitas yang asik banget sebagai wadah bagi para travellers untuk berkumpul dan bertemu teman-teman baru dengan hobi yang sama, namanya Backpacker Jakarta atau dikenal dengan istilah BPJ. Komunitas ini biasanya mengadakan open trip ke berbagai destinasi di Indonesia dengan sistem sharing cost. Biasanya open trip dibuka untuk member maupun umum, tentunya dengan biaya yang berbeda. Kebetulan BPJ akan mengadakan perjalanan mendaki Gunung Prau yang ada di Wonosobo, dalam rangka memperingari Hari Kartini pada 21 April dengan peserta hanya perempuan, yang kemudian disebut dengan nama "Pendakian Srikandi". Tanpa pikir panjang, ini adalah kesempatan bagi saya untuk mencoba perjalanan pertama saya mendaki hingga ke puncak gunung. Selain itu hal yang paling menggembirakannya lagi, itu dilakukan di hari kelahiran saya. Waahh...daebakk!! Perjalanan kali ini akan menjadi salah satu momen paling memorable dalam hidup saya.
Cuss....
Saya menghubungi CP nya langsung dengan kak Lusia si pendaki sejati, orangnya ramah dan supel banget. Sebagai pendaki pemula, tentunya saya banyak tanya. Apalagi saya juga mendaftar seorang diri tanpa membawa teman yang saya kenal. Sempat kepikiran juga nanti bagaimana selama perjalanan.
Well, di tanggal 20 April malam, kami pun bersiap untuk berangkat menuju Wonosobo menggunakan bus. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Saya mendapatkan teman-teman baru, Srikandi yang hebat saya menyebutnya. Mereka adalah Kak Tere, Uny, Monica, Iis dan Meyka. Perjalanan menuju Wonosobo ditempuh selama 12 jam dengan kondisi bus kami yang sempat ngadat dijalan.
Tiba di Basecamp sebelum pendakian sekitar pukul 13.00, kami punya sedikit waktu untuk shalat, makan siang dan re-packing.
Ternyata perjalanan menuju puncak Prau memang ga mudah, ga bisa juga disepelein. Dengan backpack berisi tenda, sleeping bag, pakaian, bekal makanan, air mineral 1.5 liter sebanyak 2 botol dan matras, cukup membuat saya kerepotan. Berat banget cuy... sempat juga bikin badan oleng karena keberatan beban. Tadinya pengen nyerah tapi kemudian saya menguatkan hati untuk sanggup sampai puncak. Sayang banget sudah ditahap ini harus nyerah. Suasana di gunung Prau kala itu terbilang ramai, malah jadi ga berasa di gunung saking ramenya, hehehee... enaknya jadi pendaki di gunung semua orang jadi lebih solid meski ga kenal mau saling bantu. Saya beberapa kali kepeleset saking jalannya licin dan lumayan terjal, dibantuin sama pendaki lain. Saya nyesel waktu itu ga bawa tracking pole alhasil repot sendiri.
Saluuuttt dan jempol banget buat temen-teman tim saya di Srikandi 5; Kak Tere, Uny, Monica, Iis dan Meyka yang sampe puncak ngebut banget, pake NOS kali ya bisa ngebut 😋 Saya beberapa kali berhenti karena terpeleset. Untungnya ada temen barengannya. Thanks Indira dan Mega, kita saling tunggu dan support sampai puncak.
Tepat saat hari mulai gelap dan dingin menusuk tubuh, saya tiba di puncak Prau. Perasaan campur aduk, senang banget, haru dan letih nyampur jadi satu. Kami semua beruntung ada kakak CP backup yang laki-laki beberapa orang, sehingga tenda kami para Srikandi berdiri tegak dengan sempurna ditengah terjangan angin dan hujan malam itu. Sebelum hujan turun, saya bersama Srikandi 5 dibantu oleh kakak CP backup yang baik hati, sempat masak beberapa makanan untuk mengisi perut yang kosong. Hujan pun turun perlahan tapi pasti dan kami meringkuk terlelap hingga pagi ditengah suhu dingin di puncak Prau.
Puncak Prau, 21 April 2018
Bangun pagi, saya takjub dengan pemandangan indah di depan mata. Meski sunrise tidak muncul dengan sempurna akibat hujan semalam, tidak mengurangi keindahan ciptaan Allah. Kabut tipis menyelimuti pegunungan. Saking indahnya saya terharu pengen nangis, sampai juga saya di puncak gunung untuk tadabbur alam, bersyukur akan ciptaan-Nya.
Matahari semakin meninggi, setelah makan siang kami lanjut berganti pakaian dari setelan gunung menjadi kebaya ala-ala Kartini plus make up tipis biar ga ketara banget belom mandi, hehehe...
Inilah penampakan para Kartini jaman now di puncak Gunung Prau pada Pendakian Srikandi 21 April 2018.
Momen menggunakan kebaya di puncak gunung merupakan ide tergila dari Pendakian Srikandi. Cantik, keren, dan yang pasti sarat akan rasa nasionalisme terutama bagi kami para wanita, bagian dari aktualisasi dan identitas diri kami. Meski kami wanita, tapi kami punya semangat yang besar layaknya Kartini yang menginspirasi kami.
Bisa berada di Puncak Gunung Prau ini adalah satu dari sekian hal yang ingin saya lakukan dan impikan sejak lama. Mencium aroma tanah sehabis hujan dikelilingi pemandangan yang luar biasa indah. Hembusan dinginnya angin gunung yang menusuk tulang dan kabut tipis menyelimuti pegunungan. Bercengkerama dan tertawa bersama teman-teman yang awal perkenalan terasa asing namun mereka kini sudah menempati posisi di ruang hati saya. Teman-teman baru yang membuat saya gembira.
Terima kasih atas kebersamaannya para Kartini Muda! Thanks juga buat Backpacker Jakarta yang telah membuat trip ini berjalan dengan lancar dan sukses.
Cuss....
Saya menghubungi CP nya langsung dengan kak Lusia si pendaki sejati, orangnya ramah dan supel banget. Sebagai pendaki pemula, tentunya saya banyak tanya. Apalagi saya juga mendaftar seorang diri tanpa membawa teman yang saya kenal. Sempat kepikiran juga nanti bagaimana selama perjalanan.
Well, di tanggal 20 April malam, kami pun bersiap untuk berangkat menuju Wonosobo menggunakan bus. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Saya mendapatkan teman-teman baru, Srikandi yang hebat saya menyebutnya. Mereka adalah Kak Tere, Uny, Monica, Iis dan Meyka. Perjalanan menuju Wonosobo ditempuh selama 12 jam dengan kondisi bus kami yang sempat ngadat dijalan.
Tiba di Basecamp sebelum pendakian sekitar pukul 13.00, kami punya sedikit waktu untuk shalat, makan siang dan re-packing.
Ternyata perjalanan menuju puncak Prau memang ga mudah, ga bisa juga disepelein. Dengan backpack berisi tenda, sleeping bag, pakaian, bekal makanan, air mineral 1.5 liter sebanyak 2 botol dan matras, cukup membuat saya kerepotan. Berat banget cuy... sempat juga bikin badan oleng karena keberatan beban. Tadinya pengen nyerah tapi kemudian saya menguatkan hati untuk sanggup sampai puncak. Sayang banget sudah ditahap ini harus nyerah. Suasana di gunung Prau kala itu terbilang ramai, malah jadi ga berasa di gunung saking ramenya, hehehee... enaknya jadi pendaki di gunung semua orang jadi lebih solid meski ga kenal mau saling bantu. Saya beberapa kali kepeleset saking jalannya licin dan lumayan terjal, dibantuin sama pendaki lain. Saya nyesel waktu itu ga bawa tracking pole alhasil repot sendiri.
![]() |
Para Senior Saya dalam Pendakian. Dokumentasi: Mas Indra, CP backup |
![]() |
Dokumentasi by Lusia - BPJ |
![]() |
Tim Srikandi 5. Dokumentasi by rekamwaktu.com |
Puncak Prau, 21 April 2018
Bangun pagi, saya takjub dengan pemandangan indah di depan mata. Meski sunrise tidak muncul dengan sempurna akibat hujan semalam, tidak mengurangi keindahan ciptaan Allah. Kabut tipis menyelimuti pegunungan. Saking indahnya saya terharu pengen nangis, sampai juga saya di puncak gunung untuk tadabbur alam, bersyukur akan ciptaan-Nya.
![]() |
Selimut Kabut. Dokumentasi by rekamwaktu.com |
![]() |
Prau, I'm in love. Dokumentasi by Meyka |
Inilah penampakan para Kartini jaman now di puncak Gunung Prau pada Pendakian Srikandi 21 April 2018.
Momen menggunakan kebaya di puncak gunung merupakan ide tergila dari Pendakian Srikandi. Cantik, keren, dan yang pasti sarat akan rasa nasionalisme terutama bagi kami para wanita, bagian dari aktualisasi dan identitas diri kami. Meski kami wanita, tapi kami punya semangat yang besar layaknya Kartini yang menginspirasi kami.
Bisa berada di Puncak Gunung Prau ini adalah satu dari sekian hal yang ingin saya lakukan dan impikan sejak lama. Mencium aroma tanah sehabis hujan dikelilingi pemandangan yang luar biasa indah. Hembusan dinginnya angin gunung yang menusuk tulang dan kabut tipis menyelimuti pegunungan. Bercengkerama dan tertawa bersama teman-teman yang awal perkenalan terasa asing namun mereka kini sudah menempati posisi di ruang hati saya. Teman-teman baru yang membuat saya gembira.
Terima kasih atas kebersamaannya para Kartini Muda! Thanks juga buat Backpacker Jakarta yang telah membuat trip ini berjalan dengan lancar dan sukses.
Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang. (R.A. Kartini)
2 Comments
Nggak bisa dibayangin gimana dinginnya berada di puncak dengan kondisi hujan begitu, ya mbak. Saya juga memiliki impian untuk bisa mendaki, merasakan keindahan alam, semoga suatu saat bisa tercapai juga ya seperti mbak Riri.
ReplyDeleteIya mba dingin banget meskin tidur pake sleeping bag jg masih berada. Ayo mba Ardilah semangaat, semoga nanti bisa segera mendaki ya. Jangan ditunda-tunda selagi ada kesempatan ya
Delete